Fitnah Dajjal adalah fitnah
terbesar semenjak Allah Ta’ala menciptakan Adam sampai hari kiamat. Keluarnya Dajjal termasuk di antara
rangkaian tanda-tanda besar munculnya hari kiamat. Allah Ta’alamenciptakannya disertai beberapa kemampuan di luar kemampuan manusia biasa.
Hal tersebut menjadikan akal terkagum-kagum sehingga menjadi bingunglah
sebagian manusia yang melihatnya. Telah diriwayatkan dalam hadits shahih
bahwasannya Dajjal membawa kebun dan api. Apinya adalah kebun sedangkan
kebunnya adalah api. Dia peritahkan langit untuk menurunkan hujan dan menyuruh
bumi agar menumbuhkan berbagai tumbuhan. Dajjal telah menutup kebenaran dengan
kebathilan serta menutup kekufurannya dengan kebohongan. Kemampuannya yang
hebat tersebut menimbulkan kerancuan yang membingungkan akal, sehingga membuat
sebagian manusia tertipu darinya.
Besarnya fitnah yang disebabkan
Dajjal menyebabkan hal tersebut menjadi perbincangan para sahabat. Mereka
khawatir dan takut fitnah tersebut menimpanya. Tatkala Nabi shalallahu
‘alaihi wa sallammenjumpai mereka dalam keadaan demikian,
ia kabarkan suatu hal yang jauh lebih beliau khawatirkan daripada fitnah
Dajjal!. “Maukah aku kabarkan suatu hal yang lebih aku takutkan menimpa
kalian daripada Al Masiih Ad Dajjal? Tentu Wahai Rasulullah, jawab para
sahabat. Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallammelanjutkan, Hal tersebut
adalah Syirik Khafiy (Syirik yang tersamar)” (HR. Ahmad dan Ibnu Majah, dinilaihasan oleh Al
Albani). Dalam riwayat lain Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuatu
yang paling aku takutkan menimpa kalian (para sahabat) adalah syirik asghar.
Para Sahabat bertanya apa itu? Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, Riya” (HR. Ahmad dan Baihaqi, dinilai shahih oleh Al Albani).
Pengertian Riya
Riya adalah
seseorang memperbagus dan menghiasi ibadah yang dia lakukan, agar orang lain
melihatnya. Tujuannya adalah pujian dan sanjungan manusia atau maksud lain yang
semisal (I’anatul Mustafiid hal. 646). Jadi maksud pembahasan riya di sini
fokus pada Ibadah yang asas pokoknya adalah keikhlasan untuk mendapatkan ridha
Allah Ta’ala. Orang yang riya berarti ia
memalingkan asas tersebut dengan tidak semata-mata mengharapkan ridha Allah
atas ibadah yang dilakukan, sehingga perbuatan itu termasuk kesyirikan.
Perbuatan riya termasuk
Syirik Khafiy (tersamar) yang menjangkiti niat dan tujuan pelakunya, meskipun secara
dzahir dia beribadah kepada Allah Ta’ala. Termasuk
jenis Syirik Khafiy adalah sum’ah, yaitu seseorang beribadah agar manusia
mendengarkannya. Syaikh ibnu utsaimin rahimahullah dalam kitab
Al Qoul Al Mufiid mengatakan termasuk beribadah dengan tujuan ingin dilihat
manusia adalah seseorang beribadah agar manusia mendengarkannya. Pelakunya
disebut musammi’ (orang yang melakukan sum’ah).
Riya dan Sum’ah keduanya
adalah perbuatan syirik. Memiliki kesamaan dalam tujuan ibadah, yaitu sebatas
mengharapkan pujian atau sanjungan manusia. Adapun perbedaannya terdapat pada
jenis ibadah yang dilakukan. Riya menjangkiti ibadah badan contoh memperbagus shalat dihadapan orang lain,
sedangkan sum’ah menjangkiti ibadah lisan semacam memperindah bacaan Al Quran
di hadapan manusia.
Pembagian
dan Hukum Riya
Hukum asal riya adalah Syirik Asghar (syirik
kecil) yang tidak mengeluarkan pelakunya dari islam. Namun apabila riya dilakukan di
seluruh amal ibadah, dia sama sekali tidak mengharapkan ridha Allah Ta’ala di setiap
ibadahnya serta tujuan dari seluruh ibadahnya hanya untuk diterima masyarakat
atau agar harta dan darahnya terjaga, maka yang semisal ini adalah perbuatan
riya orang munafik. Dan ini termasuk kedalamSyirik Akbar (Syirik
besar yang mengeluarkan dari Islam). Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Sesungguhnya
orang munafik itu hendak menipu Allah, maka Allah membalas tipuan mereka.
Apabila mereka berdiri untuk sholat, mereka lakukan dengan malas. Mereka
bermaksud untuk dilihat orang (Riya), tidaklah mereka mengingat Allah kecuali
sedikit” (QS. An Nisa: 142). (I’anatul Mustafiid).
Bahaya Riya
1.
Riya Termasuk
Perbuatan Syirik
Setiap dosa yang dilakukan manusia memiliki tingkatan. Dosa terbesar yang dilarang syariat adalah kesyirikan, dan riya termasuk syirik asghar. Sehingga tatkala seseorang melakukan riya, berarti ia telah melakukan perbuatan dosa yang jauh lebih berbahaya, lebih berdosa, dan lebih mengerikan ancaman siksaanya dibandingkan zina, riba, mencuri, atau minum khamr.
Setiap dosa yang dilakukan manusia memiliki tingkatan. Dosa terbesar yang dilarang syariat adalah kesyirikan, dan riya termasuk syirik asghar. Sehingga tatkala seseorang melakukan riya, berarti ia telah melakukan perbuatan dosa yang jauh lebih berbahaya, lebih berdosa, dan lebih mengerikan ancaman siksaanya dibandingkan zina, riba, mencuri, atau minum khamr.
2.
Dosa Riya Tidak
Diampuni
Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa (tingkatannya) di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar” (QS. An Nisa: 48).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berjumpa dengan Allah Ta’ala dalam keadaan tidak menyekutukanNya (syirik) dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk surga. Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyekutukanNya maka dia akan masuk neraka(HR. Muslim). Adapun pelaku riya maka diancam dengan neraka (At Tamhiid). Karena riya termasuk kesyrikan, maka pelakunya tidak akan diampuni kecuali dengan taubat yang sebenar-benarnya sebelum pintu taubat ditutup.
Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa (tingkatannya) di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendakiNya. Barangsiapa mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa besar” (QS. An Nisa: 48).
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa berjumpa dengan Allah Ta’ala dalam keadaan tidak menyekutukanNya (syirik) dengan sesuatu apapun maka dia akan masuk surga. Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan menyekutukanNya maka dia akan masuk neraka(HR. Muslim). Adapun pelaku riya maka diancam dengan neraka (At Tamhiid). Karena riya termasuk kesyrikan, maka pelakunya tidak akan diampuni kecuali dengan taubat yang sebenar-benarnya sebelum pintu taubat ditutup.
3.
Riya Menghapus
Amalan yang tercampurinya
Dalam hadits qudsiy diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dan dia menyekutukan Aku dengan sesuatu yang lain (dalam amalnya), maka Aku akan tinggalkan dia dengan amalannya” (HR. Muslim).
Dalam hadits qudsiy diriwayatkan bahwa Allah Ta’ala berfirman (artinya), “Aku adalah dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa beramal dan dia menyekutukan Aku dengan sesuatu yang lain (dalam amalnya), maka Aku akan tinggalkan dia dengan amalannya” (HR. Muslim).
4.
Termasuk
Syirik Khafiy
Riya disifati sebagai perbuatan syirik khafiy (samar) yang menjangkiti hati dan tujuan pelakunya. Perbuatan syirik ini tersamar karena tidak ada yang mengetahui kandungan hati seseorang kecuali AllahTa’ala (Al Qoul Al Mufiid). Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengkhawatirkan para sahabatnya terhadap riya, padahal mereka memiliki tingkat keimanan yang tinggi dan merupakan sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rasul. Maka kita generasi yang jauh dari masa sahabat harus lebih takut terkena riya dan waspada darinya.
Riya disifati sebagai perbuatan syirik khafiy (samar) yang menjangkiti hati dan tujuan pelakunya. Perbuatan syirik ini tersamar karena tidak ada yang mengetahui kandungan hati seseorang kecuali AllahTa’ala (Al Qoul Al Mufiid). Oleh karena itu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap mengkhawatirkan para sahabatnya terhadap riya, padahal mereka memiliki tingkat keimanan yang tinggi dan merupakan sebaik-baik manusia setelah para Nabi dan Rasul. Maka kita generasi yang jauh dari masa sahabat harus lebih takut terkena riya dan waspada darinya.
5.
Lebih
Berbahaya Daripada Fitnah Dajjal
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih mengkhawatirkan riya menjangkiti para sahabatnya, karena keikhlasan dalam ibadah adalah perkara yang sangat sulit. Sebagian salaf (orang shalih terdahulu) berkata, “Tidaklah aku curahkan segenap kemampuanku sebesar perjuanganku untuk mengikhlashkan amal” (Al Qoul Al Mufiid). Fitnah riya sebabnya samar dan dapat menjangkiti siapapun, baik ia seorang ulama ataupun orang biasa. Kecuali bagi orang yang mendapatkan rahmat dan pertolongan dari AllahTa’ala. Sedangkan fitnah Dajjal kelak dengan izin Allah Ta’ala tidak akan berpengaruh pada orang-orang beriman.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam lebih mengkhawatirkan riya menjangkiti para sahabatnya, karena keikhlasan dalam ibadah adalah perkara yang sangat sulit. Sebagian salaf (orang shalih terdahulu) berkata, “Tidaklah aku curahkan segenap kemampuanku sebesar perjuanganku untuk mengikhlashkan amal” (Al Qoul Al Mufiid). Fitnah riya sebabnya samar dan dapat menjangkiti siapapun, baik ia seorang ulama ataupun orang biasa. Kecuali bagi orang yang mendapatkan rahmat dan pertolongan dari AllahTa’ala. Sedangkan fitnah Dajjal kelak dengan izin Allah Ta’ala tidak akan berpengaruh pada orang-orang beriman.
Beberapa
Contoh Perbuatan Riya
1.
Memperbagus
ibadah di hadapan manusia agar dapat predikat sebagai ahli ibadah.
2.
Mengunggah
foto saat berdo’a di depan ka’bah agar orang-orang tau dirinya baru pulang haji
atau umrah.
3.
Merendahkan
dirinya di hadapan manusia dengan tujuan agar mendapat pujian sebagai orang
yang tawadhu.
Di antara
cara mengobati Riya
Beberapa kiat untuk mengobati riya (Tauhid
Muyassar dan beberapa tambahan)
1.
Mengingat
keutamaan orang-orang yang berbuat ikhlas yang syaithan tidak akan mampu
menyesatkan
2.
Bersungguh-sungguh
dalam mengikhlaskan amal, tidak merasa nyaman ketika di pertengahan amal
tertimpa penyakit riya¸ bahkan segera meninggalkan perasaan riya tersebut
3.
Mengingat
keagungan Allah Ta’ala karena Ia tidak membutuhkan amalan hambaNya
4.
Mengingat
berbagai dampak negatif dan bahaya riya
5.
Mengingat
negeri akhirat, kematian, siksa kubur, dan gelapnya kubur serta siksa neraka
6.
Meyakini
bahwasannya ridha manusia tidak dapat mendatangkan manfaat maupun bahaya baginya
7.
Berdo’a
kepada Allah Ta’ala dengan doa yang dituntunkan, “Allahumma inni a’uudzubika an usyrika bika
syaian wa ana a’lamu wa astaghfiruka limaa laa a’alamu” Artinya : Ya Allah,
sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu yang aku
ketahui, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apa yang tidak aku ketahui
(sadari) (HR al-Bukhari dalam “al-Adabul mufrad” dari Abu Ya’la, dinyatakan
shahih oleh syaikh al-Albani).
Tanda-Tanda
Keikhlasan
1.
Suka
menyembunyikan amalan yang tidak perlu untuk ditampakkan. Allah Ta’ala berfirman
(artinya) “Jika kamu menampakkan sedekah(mu), maka itu adalah baik sekali.
Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka
menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu
sebagian kesalahan-kesalahanmu; dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. Al
Baqarah : 271)
2.
Selalu
menuduh diri kita dengan kekurangan. Tidak memuji dirinya sendiri apabila dia
dapati kebaikan padanya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa
mendapatkan kebaikan hendaknya ia memuji Allah. Dan barangsiapa yang menjumpai
selain itu, janganlah ia mencela kecuali kepada dirinya sendiri” (HR.
Muslim)
3.
Tidak
menanti balasan dan ucapan terima kasih dari orang lain, karena yang
diharapkannya hanya Wajah Allah Ta’ala. “Sesungguhnya kami memberikan makanan
kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhoan Allah, kami tidak mengharapkan
balasan darimu dan tidak pula ucapan terima kasih” (QS. Al
Insan: 9)
4.
Sikapnya
sama saja ketika mendapat pujian atau celaan. Apabila dipuji tidak menambah
kerajinannya dan jika dicela tidak mengendorkan dirinya dari beramal
Penutup
Kaum muslimin yang dimuliakan
Allah. Riya adalah penyakit yang muncul karena kejahilan hati. Penyakit ini sulit untuk
ditinggalkan, karena sudah menjadi tabi’at manusia mencintai pujian. Padahal
hakikat dari pujian manusia kebanyakan adalah tipuan. Bagaimana bisa anda
dipuji sebagai orang shalih? Padahal ketika anda sendirian anda bermaksiat kepadaNya.
Mengikhlaskan amalan adalah sebuah kewajiban. Suatu amal tidak akan diterima
tatkala tercampuri padanya riya, meskipun dalam prosentase 0.00001 %.
Meskipun demikian kita harus meyakini bahwasannya tidaklah kewajiban datang
kecuali kita memiliki kesanggupan untuk melaksanakannya. Karena Allah Ta’ala tidak
membebankan kewajiban di luar batas kemampuan seseorang. Dengan bersikap
pertengahan mari kita berusaha untuk selalu waspada terhadap bahaya riya.Wallahu muwaffiq
EmoticonEmoticon